01 Oktober 2010

Menyingkap Peta Sastrawan Bogor

Bogor tidak hanya berjuluk Kota Hujan dan kota sejuta angkot. Bogor adalah tempat berdirinya kerajaan pertama di Indonesia, Kerajaan Hindu Tarumanagara di abad kelima. Beberapa kerajaan lainnya memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk dijadikan benteng pertahanan dari ancaman musuh.

Alm. Prof. Uka Tjandrasasmita – seorang arkeolog – pernah melakukan penelitian terkait hal tersebut. Namun hingga akhir hayatnya, keberadaan tepat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan tersebut, hingga kini masih belum ditemukan bukti otentiknya.

Salah satu prasasti – yang diketahui berasal dari tahun 1533 – pun ditemukan. Prasasti tersebut menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran – salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di Pulau Jawa. Dan diyakini, prasasti ini memiliki kekuatan gaib, keramat dan dilestarikan hingga sekarang.

Sejarah kota ini mencatat, Pakwan yang merupakan ibukota pemerintahan Kerajaan Pajajaran diyakini dan bahkan menjadi kesepakatan bersama ada di Kota Bogor. Secara otomatis, Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) menjadikan Kota Bogor sebagai pusat pemerintahan. Prabu Siliwangi sendiri dinobatkan sebagai raja pada tanggal 3 Juni 1482.

Zaman poskolonial menulis, setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakwan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.

Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang.

Lantas, apa hubungan semua ini dengan peta sastra di Bogor? Sejauhmana kota ini melahirkan sastrawan-sastrawan besar? Jika melihat sejarah di atas, kita, khususnya warga Bogor patut mencermati dan menggali lebih dalam potensi kota tersebut, selain menilik dari sisi ekonomi dan pembangunan fisik kota.

Terakhir. Mampukah Festival Sastra Bogor 2010 persembahan ruang 8 Jurnal Bogor, Wahana Telisik Seni dan Sastra, serta Fakultas Sastra Universitas Pakuan menjadi batu loncatan menyingkap peta sastrawan Bogor? Ini saatnya menggoyang Bogor dengan sastra.

Tidak ada komentar: