29 Mei 2008

Dan Akhirnya

akhirnya sampai juga aku di puncak Halimun.
sejauh mata memandang, hamparan hijau, dan langit membentang luas.
aku seperti seekor anak elang, tenang menunggu anak ayam terpisah dari induknya.
awan-awan itu hanya biru, dan angin yang bertiup menambah dingin.
di sana, di puncak Halimun, kabut tipis turun perlahan
aku hanya sempat melipat kalimat jadi puisi,
suatu saat aku akan mengajak gadis matahariku duduk termangu, dan mematuk-matuk puisi, sambil berkata, "lihat, ada anak ayam menakur puisi,"
ketika awan tak sempat melompat dari barisan utama, aku melihat ada sekelompok burung putih milik penyair seberang turut dalam rombongan awan yang terus bergerak ke barat.
aku hanya sempat berkata, "hati-hati, jika bertemu gadis matahariku, tolong sampaikan bahwa aku menunggu di puncak Halimun,"
tapi kenapa di antara ribuan pohon, hanya ada satu pohon kering berdiri hampir tumbang dekat tumpukan batu, apakah pohon kering itu mati? tanyaku sesaat sebelum segerombolan awan turunkan rintikan hujan.

Buitenzorg

28 Mei 2008

Pohon Itu

gadis matahariku duduk manis di bawah pohon manggis
dengan sabar dia menunggu satu persatu daun-daun berguguran.
tak lupa, Tuhan pun kirimkan rindu
sesaat adzan magrib berkumandang
dan gadis matahariku tetap tenang,
seolah dia yakin, bahwa aku akan datang hari itu
maaf, aku lupa katakan bahwa di kotaku
hujan turun amat deras
hingga alis mataku layu.

Buitenzorg

Seharusnya

seharusnya, kau mengingatkan aku tentang pagi bening,
tentang ilusi yang bergelayutan diambang rindu
sebab mata belum benar terbuka
kini telah hadir sekian matahari dalam sekian pagi beningku
tak cukup satu, bahkan ratusan matahari mencoba mengusik-ku
seharusnya, kau mengingatkan aku tentang kesetiaan,
yang kini telah lindap bersama sekian cahaya
seharusnya, kau mengingatkan aku tentang cinta,
tentang harapan yang tak putus

Buitenzorg

25 Mei 2008

Sekedar Berkabar

apresiasi sastra,
kembali saya diberi kesempatan oleh teman-teman seniman Bogor untuk membacakan satu puisi dalam acara Puncak Kebangkitan Sastra, yang digelar di Gedung Kemuning Gading ,Bogor.
seperti biasa, saya datang sendiri. bermaksud untuk meliput satu aktivitas langka di Bogor, berkaitan dengan seabad kebangkitan nasional. dalam acara ini turut hadir redaktur oase budaya Jurnal Nasional Arie MP. Tamba, PDS-HB. Jassin Endo Senggono dan dosen fakultas sastra, Universitas Pakuan Bogor Drs. Dadan Suwarna. yang kebetulan dalam acara tersebut, juga digelar
event seminar sastra dan diskusi interaktif dengan mengangkat tema Bangkit Sastra Indonesia, Bangkit Pendidikan Kita. satu kehormatan bagi saya dapat membacakan satu puisi yang amat menghentak.
tapi dalam hati berkata, ironi, ketika sastra mencoba dihadirkan dalam wilayah publik atau umum, respon masyarakat terhadap sastra amatlah minim, entah salah siapa (saya tak ingin menyalahkan) yang penting bagi saya, sastra itu cantik, seperti gadis matahariku ketika ia sibuk mencari tempat pesta kecil yang aku buat.

saya ucapkan terimakasih buat teman-teman komunitas teater Bogor, Kata Sapu, Komunitas Sastra Jalanan dan Ikatan Penyanyi Jalanan, tanpa kalian, barangkali panggung itu tak bisa aku injak.

Buitenzorg

19 Mei 2008

Aku Pernah Bermimpi

aku pernah bermimpi untuk melukis langit
tapi warnanya hijau,
tapi guru keseniannku waktu SD dulu selalu melarang dan berkata
bahwa langit itu warnanya biru, dan setelah itu aku disuruh berdiri di depan kelas, hingga jam pelajaran selesai.
dan aku semakin yakin, jika langit punya warna sendiri selain biru, karena biru hanya pembawaan,
seperti kita.

Buitenzorg

Peta, Laki-laki Bertato dan Ibu Muda

gadis matahariku. datanglah ke pesta kecilku
di ujung gang itu, ada belokan ke kanan
ada rumah berwarna merah, dengan pagar bercat putih dan di depan rumah ada pohon mangga
yang tak lupa menggantungkan buahnya ke pinggir jalan.
tapi itu bukan tempat pesta kecilku,
di sebelah rumah itu, ada satu jalan setapak di sebelah kirinya, masuklah, tapi jangan berisik.
sebab banyak anak kecil yang sedang menyusu pada tetek sang ibu,
setiap kamu berjumpa dengan ibu-ibu muda itu, sapalah ia, siapa tahu ia akan bercerita tentang cinta.
tak lupa, biasanya ada tiga laki-laki berewok dengan tato macan di lengan kanan dan tato cacing di lengan kiri agak ke bawah. tapi tiga orang itu tak seperti yang kau kira, mereka amat baik, dan lewat merekalah kau akan menemukan tempat pesta kecilku.
mereka dengan senang hati akan mengantarmu sampai tempat tujuan.
jika kau melihat ada kepulan asap dan bau daging terbakar, belok dan masuklah. barangkali itu tempat pesta yang aku siapkan.
tapi di tempat pesta kecilku tak ada bunga atau bir yang biasa kau minum dan sebungkus rokok kesukaanmu, tapi aku yakin, kau selalu tak lupa membawa tas ransel hitam yang didalamnya berisi sebotol bir, sebungkus rokok dan selembar kertas kosong. aku yakin itu
oleh sebab itu, aku hanya siapkan lilin, meja kosong, tempat panggang dan dua gelas kosong yang rindu air.
jika tak salah, dalam tas ransel hitammu itu, kau selalu membawa peta, sekedar untuk penunjuk jalan. aku hanya mengingatkan padamu gadis matahariku, jika dalam waktu dua kali duapuluh empat jam kau tak juga menemukan tempat pesta kecilku, buka peta dan tampar ketiga laki-laki bertato itu,

Buitenzorg

17 Mei 2008

Kepada Penyair Seberang

: Y. Thendra BP

aku ucapkan selamat pada tangisan pertamamu, teman
maaf jika tak sempat membuatkan pesta dan secuil kue kesukaanmu
tapi kopi arang di stasiun Tugu sudah cukup bagiku mengenalmu, tapi sayang burung putih
yang terbang tengah malam itu lupa memungut satu bintang untuk ku bagikan padamu
tapi tak apa, teman-teman yang lain bersama-sama meniup lilin di kamar sambil berdoa
"semoga kau lekas diberi momongan,"
oh ya, lewat tengah malam nanti, aku kirimkan satu ucapan selamat
agar kau baca saat di taman bersama gadis pujaan.
tapi aku lupa memberi judul yang tepat,
maaf jika tak sempat meniup lilin saat menipisnya usiamu.

Buitenzorg

Aku Mencarimu

aku lupa katakan padamu tentang waktu yang terus mengejarku dan diriku yang lain. awan yang terus masuk dalam kotak mainanku itu bertanya "kapan dia akan datang dengan sekeranjang bunga?".
dan aku hanya diam di sudut ruangan, sambil terus memain-mainkan kata untuk kususun jadi selembar puisi.
lalau tak lupa sekelebat luka menghampiri telingaku dan tertawa, kemudian berbisik "cepat kau jemput dia, kalau tak sekarang kapan lagi,".
dan kembali aku hanya diam sambil terus memutar-mutar kata. di tempat lain ada angin yang mencoba mengusik heningku, seraya berkata "itu adalah wanita mataharimu, cepat tangkap sinarnya sebelum menyentuh tanah,"
dan aku hanya memberi kerdipku.

di tempat terpisah, gadis matahariku terdiam dengan sebuah buku yang sudah satu tahun belum tuntas dibaca. dan lewat nadi aku berdoa, semoga wanita matahariku cepat kembali.
dan kamar ini kembali sunyi, seperti semula.

Buitenzorg

15 Mei 2008

GadisMatahari

kau gadis matahariku
aku lupa di mana kau simpan celana dan jaket kumalku
sebab, ibu sudah menunggu di rumah, untuk menjahit celana dan mencuci jaketku

Buitenzorg

04 Mei 2008

Gadis, Rindu, Luka

tak ada rindu membatu
tak ada luka menganga
seloroh ingin dan cinta
menyatu dalam se-iya se-kata
aku luka dan laku
kau siapa?

Buitenzorg

03 Mei 2008

Salju Rindu Anjani

Malam. Kata ini sangat tepat kusematkan padamu, ketika semua kenangan dan luka itu terus kau bawa dalam tas ransel hitam-mu, yang katamu tak ada duanya di dunia ini. Tapi tidak buatku. Dalam labirin dan lorong, kau selalu teriak tentang wanita yang rindu belaian.
Dia selalu pergi, dan berteriak "enyah" setelah itu hanya jejak sepatumu yang aku pungut dari tanah. Dan setelah itu aku simpan di dalam tas mainanku.
Ketika umurku menginjak menginjak 20 tahun, jejak sepatumu masih aku simpan, tak ada cacat atau retak sedikitpun, yang ada malah wajahmu muncul di sela-sela rindu
Benarkah kau Salju Rindu Anjani yang aku kenal dulu, seorang wanita dengan segelas bir dan sebatang rokok. S.R Anjani, begitu banyak orang mengenalmu, dan hanya aku yang beruntung, pernah singgah dalam cerita-cerita yang kau buat.

Buitenzorg

Itukah Cinta?

bulan penuh
bulan separuh
hati luluh
mata teduh

Buitenzorg

01 Mei 2008

Emas, Bocah, Luka

pagi ini burung-burung berkicau riang
riak air terdengar lamat
dan angin manja mengelus muka
terlihat awan berderak
ada seorang bocah tujuh tahun
memukul tanah
ada cahaya keluar dari dalam tanah
"ah barangkali itu emas yang ayah ibu cari," ujarnya
setelah kedua tangan berdarah, cahaya itu belum juga hilang
tinggal cucuran keringat yang membasahi luka di tangannya.
"ah barangkali benar kata ayah dan ibu tentang emas yang tak mungkin ketemu itu," ucapnya lirih

Buitenzorg