01 Oktober 2010

Kemana Sejarah Bojong Kokosan?

Sejarah mencatat, tanggal 2 Desember 1945 terjadi pertempuran sengit di Bojong Kokosan, Kecamatan Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi. Dan tepat pada tanggal 9 Desember 1945, para pejuang Sukabumi melakukan penghadangan terhadap konvoi tentara Sekutu sehingga terjadi pertempuran yang dasyat dan dikenal dengan Pertempuran Bojong Kokosan. Sayang, pertempuran heroik itu tak banyak yang tahu. Atas dasar itulah, puluhan seniman Bogor, Sukabumi dan Bandung menghidupkan kembali cerita-cerita yang mengharu biru itu dalam satu fragmen. Intinya, mereka (seniman.red) ingin mengajak penonton mengingat kembali sejarah Bojong Kokosan yang kini sudah dilupakan.

Gedung Kemuning Gading pun disulap ke tahun 1945, dimana sejarah itu tercatat. Tak pelak, memori penonton yang didominasi generasi tua itu pun muncul. Dulu, keperkasaan pejuang Sukabumi itu hanya bisa didengar lewat cerita-cerita orangtua sebelum berangkat tidur. Kini, cerita itu divisualisasikan ke dalam satu cerita singkat berdurasi kurang lebih 90 menit. Alih-alih menghidupkan cerita, mereka malah terjebak pada usaha memberikan pesan.

Ini terlihat dari satu adegan dimana para pejuang itu menangkat tandu beramai-ramai dengan iringan musik yang kadang menyayat dan kadang-kadang terkesan biasa. Selain itu, alur cerita yang terlihat cepat, dan hanya menonjolkan penokohan seorang komandan tak sampai kepada inti persoalan yang coba diangkat. Padahal, sejarah Bojong Kokosan penuh dengan muatan semangat patriotisme dan nasionalisme. Entah mengapa, seniman-seniman itu hanya mengambil potongan cerita yang menurut hemat penulis kurang layak ditampilkan dalam fragmen itu.

Seharusnya, peristiwa berawal dari adanya berita yang diterima para pejuang Sukabumi di Pos Cigombong, bahwa tentara Sekutu sedang menuju Sukabumi. Mendengar berita tersebut, Kompi III yang dipimpin Kapten Murad dan kepala seksi I dan seksi II serta laskar rakyat Sukabumi berusaha menduduki tempat pertahanan di tebing utara dan selatan Jalan Bojong Kokosan.

Barisan TKR yang ikut terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat 165 orang yang bersenjata senapan Ediston/ Hamburg, Bou-man/Double Loap, Pistol Parabelm, granat tangan, dan senjata tajam (golok, tombak, dan bamboo run-cing) serta senjata buatan sendiri berupa botol berisi bensin yang di-sumbat karet mentah yang disebut “krembing” (granat pembakar). Sedangkan laskar rakyat didukung oleh Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hisbullah pimpinan Haji Akbar, dan Pesindo. Barisan laskar rakyat bersenjatakan Kara-ben Jepang, pistol, dan bom Molotov (Badan Pengelola Monumen: 20).

Sekitar pukul 15.00, konvoi tentara Sekutu datang. Konvoi di-dahului dengan tank, panser wagon, 100 truk berisi pasukan Gurkha dan pembekalan, serta dilindungi 3 pesawat terbang pemburu. Pada saat mendekati Bojong Kokosan konvoi berhenti karena terhalang barikade yang dibuat para pejuang Sukabumi. Adanya barikade ter-sebut membuat tentara Sekutu terlihat panik dan bersiaga. Pada saat itulah, Kapten Murad, komandan kompi III memberi isyarat dengan tembakan dua kali, sebagai tanda mulai penyerangan. Terjadilah pertempuran sengit. Para pejuang segera melemparkan granat tangan, granat krembing, dan tembakan. Serangan ini mengakibatkan korban jatuh di pihak tentara Sekutu.

Nampaknya, cerita ini tak diangkat pelakon yang sudah di dukung dengan kostum yang lengkap. Fragmen itu malah cenderung mengangkat dialog-dialog yang menurut hemat penulis tak perlu dilakukan di dalam cerita yang penuh nilai-nilai semangat patriotisme. Entah lupa atau untuk kepentingan apa, mereka (seniman.red) lebih memilih adegan yang monoton dari awal sampai akhir pertujukan. Tercatat, hanya adegan keranda itulah yang mengingatkan akan sejarah Bojong Kokosan. Dan itu pun hanya terjadi beberapa menit saja. Tak pelak, penonton yang menanti visualisasi sejarah Bojong Kokosan sedikit mengerutkan dahi. Entah berfikir atau kecewa akan adegan tersebut.

Tapi bagaimanapun juga, fragmen Bojong Kokosan patut diacungi jempol. Pasalnya, di tengah pelupaan sejarah Bojong Kokosan, seniman lintas daerah tersebut masih mampu dan sudi menghadirkan fragmen sejarah yang kini jarang sekali ditemui di tempat-tempat pertujukan, seperti di Gedung Kemuning Gading, salah satu gedung pertunjukan yang sudah sangat jarang menyajikan pertunjukan-pertunjukan berkualitas, baik seni tradisi maupun modern.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya usul sejumlah peristiwa sejarah di Indonesia dikenang atau dipublikasikan! Apa yang disebut dengan Indonesia berasal dari mimpi besar dan kerja besar! Wilayah hampir seluas Eropa ingin dipersatukan dari perpecahan sekaligus dibebaskan dari penjajahan. Terentang waktu yang panjang sekaligus peristiwa yang brutal untuk mewujudkan sesuatu yang bernama "Indonesia", sejak penaklukan Malaka oleh Portugis pada 1511 hingga Belanda hengkang dari Irian/Papua pada 1962. Jutaan orang tewas untuk meraih mimpi tersebut, termasuk 2 orang keluarga saya gugur di Front Karawang-Bekasi dan Front Jawa Tengah. Ini lebih baik dari pada merayakan hari/peristiwa/sejarah orang luar yang tidak terkait dengan riwayat Indonesia, semisal Valentine Day, Thanksgiving atau Halloween.

Wassalam,

Indra Ganie
Bintaro Jaya, Kabupaten Tangerang Selatan - Banten