23 Oktober 2008

Batu Kuya dan Kisah Pajajaran Anyar

Batu Kuya (Kura-kura) hilang dari tempatnya. hampir semua media baik cetak maupun elektronik di Bogor menjadikan berita itu sebagai head line di medianya, tak terkecuali media di mana saya bekerja, yakni Jurnal Bogor. sudah hampir sebulan ini, media di Bogor menjadikan Batu Kuya sebagai ladang mengeruk oplah, maklum, Batu Kuya yang konon katanya peninggalan kerajaan Tarumanegara dengan berat 50 ton dibeli taipan Korea seharga Rp 40 miliar. harga yang fantastis untuk sebuah batu yang kata warga sekitar batu bentukan alam, bukan sebagai peninggalan sejarah.
ketika pemindahan batu itu terhenti, dua media besar di Bogor, yakni Radar Bogor dan Jurnal Bogor ramai-ramai menggali lebih dalam asal muasal si Kuya. Jurnal Bogor yang lebih dikenal sebagai media yang mengangkat 'Jurnalisme Positif' tertarik untuk mengangkat berita dari sisi mistisnya. Radar Bogor tak mau ketinggalan langkah,
media milik Dahlan Iskan (Jawa Pos grup) ini tertarik untuk mengangkat masalah ada tidaknya sisi peninggalan sejarah.
terbit di hari yang sama, dua media ini seakan menunjukkan keperkasaannya di depan masyarakat Kota dan Kabupaten Bogor yang ingin mengetahui kelanjutan kasus hilangnya Batu Kuya yang terindikasi ada permainan politik, sebab pengangkutan batu tersebut sangat rapih.
sisi mistik yang diangkat Jurnal Bogor sampai ke ranah prediksi mistis kondisi Ibu Kota. Kasepuhan Kujang Dua Aki Yaman yang berlokasi di Kampung Cipatat Kolot, Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Bogor Barat mengatakan bahwa Keberadaan Batu Kuya itu, merupakan bahasa siloka yang tak semua orang bisa membuka tabir rahasia bahasa ini. “Yang jelas, kepindahan Batu Kuya ke Jakarta itu punya dua makna. Makna pertama, Jakarta sudah tidak lagi dipertahankan sebagai pusat pemerintahan, dan harus dipindahkan ke Bogor, seiring dengan munculnya Pajajaran Anyar. Kedua, Batu Kuya itu memiliki arti berakhirnya para pemimpin yang bermental kuya, setelah timbul Pajajaran Anyar. Sebab, pada saat terjadi Pajajaran Anyar akan melahirkan pemimpin yang lebih berpihak dan membela masyarakat,” kata Aki Yaman.
Bagi warga Kampung Cisusuh, Desa Cileksa Kecamatan Sukajaya, keberadaan Batu Kuya itu layaknya batu alam biasa. Mereka tak pernah mengeramatkan batu yang lokasinya diapit oleh pemukiman dan lahan perkebunan milik warga. Di sekitar lokasi Batu Kuya ini warga suka mencuci barang kebutuhan rumahtangga.
Untuk menuju lokasi asal Batu Kuya itu bisa melalui jalur Jasinga. Dari lokasi Batu Kuya ke jalan Raya Jasinga berjarak sekitar 15 kilometer. Kondisinya agak sedikit datar, walaupun sebagian besar jalan di sana banyak yang rusak, dan berkelok-kelok, serta melintasi kawasan hutan penelitian Harus Bentes.
Bila menggunakan jalur jalan dari arah pusat kantor Kecamatan Sukajaya bisa mencapai 21 kilometer, dengan kondisi jalan rusak berat, dan curam, serta harus melintasi bekas perkebunan cengkih Pasir Madang.
sedangkan Radar Bogor hanya mengangkat berita sebatas ketidakterbuktiannya bahwa Batu Kuya adalah peninggalan sejarah.
dari sini, masyarakat Bogor dibuat resah, sebanarnya berita yang akurat itu yang mana?
fenomena Batu Kuya yang pengangkutannya dari Bogor ke Jakarta mendapat pengawalan empat mobil Patwal itu biarlah diam seperti simbol yang multitafsir.

Buitenzorg

Waktu I

aku sadar,
bahwa aku sedang menjadi manusia yang kelak meninggalkan bumi

Buitenzorg

Enam Pertanyaan dan Permintaan Untuk Tuhan

1/
Tuhan,
mengapa kau kirimkan malaikatmu untuk mencuri ontaku
apakah aku telah membuat gaduh istanaMU, hingga kau sembunyikan onta itu

2/
aku sadar Tuhan,
bahwa tubuh ini tak sempat rebah di surau
dan membolak-balik buku agungMU
tapi mengapa dengan cara ini?

3/
apakah onta itu akan kau tukar dengan seekor semut
agar tak berisik istanaMU
agar nyenyak tidurMU

4/
oh...ya
apakah ini ada dalam catatan harianmu Tuhan?

5/
aku punya permintaan Tuhan
sudikah Engkau buka catatan harianMU tentang manusia
untuk aku intip barang sejenak
agar aku tahu
kejadian apa yang akan menimpaku
esok

6/
Tuhan,
jika benar yang kau kirim itu malaikat
bolehkah aku minta alamatnya
agar aku dapat menyapa
dan ucapkan terimakasih

Buitenzorg

21 Oktober 2008

Hujan 1

aku melihat hujan seperti melihat kelambu
berkerawang, dan tentu mengisahkan yang di luar
aku juga melihat hujan menyapa daun
sebelum dia jatuh
tapi sayang, tanah keburu mendekap

Buitenzorg

Waiting for Godot

pesta demokrasi pemilihan Walikota-Wakil Walikota Bogor bak maha karya Samuel Becket berjudul Waiting for Godot (menunggu Godot). penonton, dalam hal ini masyarakat Kota Bogor harap-harap cemas dengan janji-janji yang ditawarkan semua pasangan Calon Walikota-Wakil Walikota (Cawalkot). hal itu sama halnya dengan apa yang dialami Vladimir dan Estragon yang menanti kedatangan Godot.
Godot yang tak kunjung datang menjadi simbol betapa janji-janji Cawalkot hanya bualan saja. 600 ribu warga kota Bogor sudah tak sabar melihat kotanya jauh dari kemacetan dan kekotoran. tapi rakyat tetaplah rakyat yang selalu diposisikan sebagai obyek regulasi pemerintah yang barangakali kurang mengerti permasalahan hingga ke akar rumput.
satu pemandangan yang sangat menarik adalah, ketika lima pasangan calon melakukan kampanye simpatik dengan door to door. gambaran ini memberi satu bukti bahwa untuk menjadi seorang pemimpin rakyat harus didekati, tapi ketika sudah duduk di 'kursi panas' enggan melihat penderitaan rakyat.
inilah yang membuat cerita pesta demokrasi masyarakat Kota Bogor sama dengan kisah Vladimir dan Estragon, dua tokoh rekaan Sameul Becket itu. dua tokoh itu sibuk dan bersilang pendapat tentang Godot. akankah Godot datang di saat yang tepat? siapa sebernanya Godot?

Buitenzorg

20 Oktober 2008

Kaukah yang Bernama Sunyi?

terdengar kecipak di ujung sana

Buitenzorg

Setelah Sumpah itu Terucap

kemarin aku bertemu Pram di sudut warung makan
lahap benar dia
aku beranikan diri menyapanya
"kau lapar pram?"
dia terus lahap, sampai benar perut itu buncit
tak juga lupa, aku sempatkan melihat dalam isi tasnya
tak kutemu bumi manusia yang biasa di baca
aku hanya melihat kata "PRIBUMI"
dalam hati resah dengan kata itu
siapa yang dimaksud PRIBUMI
satu tanah air, satu bahasa dan satu bangsa.
Pram tersenyum
lantas berkata, "kau bukan PRIBUMI!"

Buitenzorg

17 Oktober 2008

Perahu Batu

selangkah lagi, kau akan sampai di tikungan jalan
di mana semua ragu akan bertemu.
sejengkal lagi, senja akan tampakkan rautnya
berarti malam hampir tiba
sesudut lagi, kau akan temui diriku
yang di sudut ruang itu, kau juga akan temukan waktu
di atas perahu batu itu aku telah selipkan luka
saat debur ombak
saat tangis sunyi, dan
saat almanak tak kuasa mengelak, kita.
sekali lagi, tinggal selangkah
kau temukan perahu batu
yang kini diombang gelombang, maka tunggulah
di ujung pantai yang pasirnya mulai terkikis

Buitenzorg

16 Oktober 2008

Kisah Pilu

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.
Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?" Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya. Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya,"

Buitenzorg

14 Oktober 2008

Bulan Jalang

bulan lengang
di seberang jalan
dan yang jalang
hilang
ditelan bayang

Buitenzorg

12 Oktober 2008

Donat dan Pram


dan donat, dan Pram
sama nikmat saat lapar

donat dinanti perut
Pram dinanti juga perut
dua yang satu
terbagi dalam rasa
sesiang lapar
dan secuil donat untuk satu Pram
yang siang itu membaca Minke*

*Minke : Tokoh cerita dalam Roman berjudul Bumi Manusia, karya Pramudya Ananta Toer

Buitenzorg

dengan bahasaku, aku

: Surat Balasan Maria Wauran

pagi ini matahari terbit, nanti malam lihatlah! dia sudah tidak ada, tunggu maka dia besok muncul lagi...demikian pula bulan, dan bintang, dan begitu pulalah pohon, dan aku, kamu, kita.masa remajaku, menjadikan aku sekarang. setiap keputusan yang pernah kubuat, adalah sejarah dalam buku kehidupan. kadang membuatku senang, kadang membuatku sedih, tapi selalu membuatku belajar dan semakin kuat.aq sekarang, maria wauran, tidak seperti zoro, samurai, bukan juga seperti angin. di balik topeng itu aku, di setiap ayunan pedang itu juga aku, di setiap gerak kaki dan tubuhku, itulah aku. tetap maria wauran, bukan orang lain saat aku berada di atas loper, itulah aku juga yang sebenarnya. kau hanya melihatnya dari sisi diriku yang lain.

Surabaya, 2008 Oktober 9 11:28

07 Oktober 2008

Haiku, Puisi dan Senja

seorang gadis duduk memintal puisi
sedangkan di luar masih juga hujan
dan hanya selembar senja yang kupinta,
tak lebih

Buitenzorg

05 Oktober 2008

Sang Juara Dari Balik Topeng

: Maria Wauran

apakah kau lebih hebat dari Zoro?
apakah pedangmu setajam Samurai?
apakah gerakmu selincah Angin?

tajam mata itu mengingatkan aku akan gadis yang pernah singgah di rumah senjaku,
mengais rintik hujan, dan bermain pelangi.
gadis dengan rambut hitam sebahu dan kulit langsat itu kini telah tumbuh menjadi wanita matahari.
wanita yang akan melahirkan banyak anak-anak matahari.
di kokoh tangannya dan di balik topeng itu,
gadis yang ku kenal senang bermain senja itu telah berhasil meraih matahari di saku pedangnya.

jika kau masih berkenan singgah di rumah senjaku
akan aku suguh dengan cericit burung, langit emas, desau angin, batu karang, desir ombak dan sedikit rintik hujan.
karena lewat saungnya, kau dapati senja berganti peran. sudikah singgah barang sesaat di saung rumah senjaku?
dan ketika kelak kau singgah ke rumah, jangan bawa serta pedang dan topeng serta medali yang pernah kau banggakan. karena di rumah itu aku sudah siapkan kotak musik yang dulu pernah kau berikan padaku. ingatkah?
oh ya, lewat jendela rumah yang menghadap laut, kau dapat menyaksikan gemerlap bintang.
aku harap, kau sudi sarungkan pedang dan lepas topeng jika hendak berkunjung. karena aku ingin memagut senja di pelipis matamu.

Maria Wauran, Ambon, 16 Maret 1985, peraih medali emas PON XVII 2008 Samarinda untuk nomor Sabel Putri perorangan dan beregu.


Buitenzorg