01 Oktober 2010

Art Center

Kemarin, salah seorang kawan saya dari Solo, Jawa Tengah mengirim pesan lewat surat elektronik. Intinya, kawan saya itu hendak berkunjung ke Kota Bogor. Jelas, dia tak sekedar mampir makan atau menikmati kopi jelang sore. Dia seorang seniman yang memiliki pengaruh kuat di Solo. Dia kawan satu kampus dengan saya di Solo.

Ada beberapa point penting yang saya catat. Pertama, kedatangan ke Kota Bogor untuk menggelar pertunjukan teater. Kedua, menanyakan prosedur dan ketiga animo masyarakat serta keberadaan art center di kota ini. Pertanyaan pertama, jelas saya sambut dengan senang hati. Pasalnya, di tengah keringnya pementasan teater, kawan saya itu mampu menjadi oase di tengah keringnya iklim teater di Kota Bogor.

Pertanyaan kedua, sama seperti pertanyaan pertama, dapat saya jawab. Tapi kali ini sedikit beretorika. Tak enak jika harus berterus terang, jika prosedur di kota ini, tak sama dengan di Solo, tempat dulu kami menggelar pelbagai pementasan teater. Saya jawab : “Sudah, kamu tenang saja. Masalah perijinan, akan saya kerjakan dengan kawan-kawan di Bogor”. Nah, untuk pertanyaan ketiga, mengenai animo masyarakat dan keberadaan art center, jujur sulit untuk saya jawab.

Selain kering pementasan teater, Kota Bogor juga minim apresiasi dari masyarakat. Ini masih ditambah dengan ketakadaannya art center, pusat berkumpulnya seniman dari pelbagai disiplin ilmu untuk bertukar pikiran. Lewat surat elektronik pula, kawan saya, yang baru pada tahun 2005 mengenal internet, mengirim icon orang tertawa terbahak-bahak. Saya mengerti betul maksud kirimannya itu pada saya.

Memang, jika dibandingkan dengan Solo, terutama masalah art center, Bogor belum ada apa-apanya. Apresiasi masyarakat terhadap pertunjukan pun masih minim. Dengan penuh percaya diri, saya sampaikan kepada kawan saya itu bahwa art center di Bogor akan segera berdiri. Anehnya, kawan saya itu malah mengirim balasannya lewat pesan singkat, bunyinya, “Tingkatkan dulu animo masyarakat, lalu cerdaskan penontonnya, baru bermimpi punya art center”. Kata kawan saya itu, percuma punya art center semegah apapun, jika animo dan apresiasinya minim.

Tidak ada komentar: