22 November 2007

Mengakrabkan Puisi Melalui Telinga

Puisi bukan hanya barisan kata yang diciptakan tanpa makna. Barisan kata yang tertulis merupakan wujud eksistensi dari sebuah peradaban kebudayaan. Karena itu, sebuah puisi tidak hanya menggelayutkan imajinasi yang tertata. Tapi puisi juga melibatkan emosi dalam menafsirkan sebuah proses perenungan.

Namun puisi masih dianggap terlalu mengawang-awang sehingga tidak banyak pihak yang mau terlibat dalam keindahan yang ditawarkan. Bahkan proses dialogis yang ditawarkan dalam imajinasi kata yang dimainkan, juga sering terjebak dalam teknik mendeklamasikan puisi. Alhasil, puisi dianggap barang mahal yang hanya dibuat untuk, dari, dan oleh seniman. Lalu adakah cara untuk membuat puisi akrab di telinga dan mata banyak orang ?

"Sebenarnya musikalisasi puisi dibuat untuk mengatasi trauma orang dengan gaya penyampaian puisi yang deklamatif. Atau orang sering kesulitan untuk memahami makna suatu puisi, ini karena mereka berpikir bahasanya terlalu tinggi. Karena itu musikalisasi puisi coba mengemas puisi dalam lagu, agar lebih memasyarakat,

Melalui musik akan membuat banyak orang lebih tertarik dan mengenali kata-kata di dalam puisi. Dan setelah tertarik, maka proses eksplorasi interpretasi puisi pun dapat dimulai. Sehingga dengan demikian, puisi bukan lagi karya yang sukar dan harus mengernyitkan dahi agar mendapatkan sari patinya.

"Yang lucu dari orang Indonesia adalah merasa keberatan ketika membaca puisi dari penyair sendiri, tapi ketika puisinya dari luar negeri justru dapat dinikmati.

Tapi bukankah setiap orang memiliki interpretasinya sendiri terhadap sebuah karya seni, terutama puisi ? Artinya, dengan memusikalisasikan puisi maka menyamaratakan interpretasi puisi kepada semua orang? sebuah interpretasi yang dilagukan bukan serta merta menyeragamkan imajinasi.

"Karena proses mengeksplorasi tafsir puisi yang dilakukan pun sarat dengan makna dan rasa. Saya coba memahami pemilihan diksi yang dilakukan penyair dan bagaimana mereka membentuknya dalam satu rasa puisi. Contohnya seperti puisi Aku Ingin yang dibuat oleh Sapardi, kata-katanya sangat sederhana tapi sebenarnya ada makna yan rumit dibaliknya. Kerumitan yang setiap hari dialami dan kemudian menjadi biasa. Maka pembaca puisi yang kemudian mengartikulasikan maknanya dalam lagu, juga memiliki lisensi puitika untuk menginterpretasikannya secara bebas.

"Namun bukan berarti interpretasinya tidak melibatkan pemahaman atau rasa. Karena kedua unsur inilah yang justru menyediakan ruang bagi pembuat lagu untuk mengubahnya menjadi lirik puisi yang dimusikkan. Ada proses kontemplasi dalam pembuatan dan pemaknaan puisi yang dimusikkan. Maka musikalisasi juga merupakan cara untuk mencintai puisi.

Sapardi berhasil membentuk puisinya dalam rasa musikalitas yang jelas. Sehingga setiap kali membaca puisi Sapardi, sangat mudah bagi mereka mengimajinasikannya dalam bentuk lagu.
Ini tentu memudahkan yang membuat dan yang mendengarkan, untuk memahami serta memahami isi puisi Sapardi.

Bogor, 231107

Tidak ada komentar: