05 Oktober 2008

Sang Juara Dari Balik Topeng

: Maria Wauran

apakah kau lebih hebat dari Zoro?
apakah pedangmu setajam Samurai?
apakah gerakmu selincah Angin?

tajam mata itu mengingatkan aku akan gadis yang pernah singgah di rumah senjaku,
mengais rintik hujan, dan bermain pelangi.
gadis dengan rambut hitam sebahu dan kulit langsat itu kini telah tumbuh menjadi wanita matahari.
wanita yang akan melahirkan banyak anak-anak matahari.
di kokoh tangannya dan di balik topeng itu,
gadis yang ku kenal senang bermain senja itu telah berhasil meraih matahari di saku pedangnya.

jika kau masih berkenan singgah di rumah senjaku
akan aku suguh dengan cericit burung, langit emas, desau angin, batu karang, desir ombak dan sedikit rintik hujan.
karena lewat saungnya, kau dapati senja berganti peran. sudikah singgah barang sesaat di saung rumah senjaku?
dan ketika kelak kau singgah ke rumah, jangan bawa serta pedang dan topeng serta medali yang pernah kau banggakan. karena di rumah itu aku sudah siapkan kotak musik yang dulu pernah kau berikan padaku. ingatkah?
oh ya, lewat jendela rumah yang menghadap laut, kau dapat menyaksikan gemerlap bintang.
aku harap, kau sudi sarungkan pedang dan lepas topeng jika hendak berkunjung. karena aku ingin memagut senja di pelipis matamu.

Maria Wauran, Ambon, 16 Maret 1985, peraih medali emas PON XVII 2008 Samarinda untuk nomor Sabel Putri perorangan dan beregu.


Buitenzorg

1 komentar:

Anonim mengatakan...

dengan bahasaku, aku.
pagi ini matahari terbit, nanti malam lihatlah! dia sudah tidak ada, tunggu maka dia besok muncul lagi...demikian pula bulan, dan bintang, dan begitu pulalah pohon, dan aku, kamu, kita.
masa remajaku, menjadikan aku sekarang. setiap keputusan yang pernah kubuat, adalah sejarah dalam buku kehidupan. kadang membuatku senang, kadang membuatku sedih, tapi selalu membuatku belajar dan semakin kuat.
aq sekarang, maria wauran, tidak seperti zoro, samurai, bukan juga seperti angin. di balik topeng itu aku, di setiap ayunan pedang itu juga aku, di setiap gerak kaki dan tubuhku, itulah aku. tetap maria wauran, bukan orang lain saat aku berada di atas loper, itulah aku juga yang sebenarnya. kau hanya melihatnya dari sisi diriku yang lain.