: Sutardji
jepretan Bayu G. Murti | Jurnal Bogor
kutemukan bayang bulan dalam kolam
sejumput kemudian hilang
ada anakanak bermain di kolam
dan bertanya
"kakak, dimana bulan yang kemarin?"
"ada di dalam kolam," jawabku
dan anakanak itu terdiam,
sebab bulan yang dicari, hilang
"kok cahayanya nggak ada?" katanya lagi
"coba menyelamlah!" suruhku
tanpa ragu, anakanak itu nyemplung.
tak ada kecipak
dan air susut.
di halaman muka surat kabar tertulis
ada anakanak nyemplung kolam karena mencari cahaya bulan dalam kolam
malamnya, warga desa menggelar zikir
aku pun terlibat dalam zikir itu
tanpa sadar bulan yang kucuri di dalam kolam memuncratkan cahaya
warga yang tahu langsung berteriak
ada pencuri bulan di zikir ini!
aku tersudut
dan cahaya bulan terserabut
zikir berhenti seketika.
Buitenzorg
28 November 2008
26 November 2008
9 Pertanyaan untuk SCB, Presiden Penyair Indonesia
jepretan Bayu G. Murti | Jurnal Bogor
Senin, 24 November 2008, Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri (SCB) berkesempatan hadir di acara La Sastra, salah satu acara pesta sastra pelajar yang diadakan SMAN 5 Bogor dengan peserta SMP-SMA se-Jabodetabek. Kedatangan SCB di La Sastra adalah untuk menjadi pembicara. Dalam kesempatan itu pula, SCB membacakan sekitar 10 puisi dihadapan ratusan pelajar dan sejumlah tamu undangan yang kebanyakan dari kalangan seniman Kota Bogor. Setelah SCB selesai sharing dan membacakan beberapa karya puisinya, saya berkesempatan mewawancarai SCB ketika dirinya hendak meninggalkan Kota Bogor. Berikut wawancara Dony P. Herwanto (DPH) dari Jurnal Bogor.
DPH: Menurut Anda, Kredo itu apa?
SCB: Kredo merupakan pernyataan mengenai suatu kepercayaan. Artinya, saya percaya pada apa yang telah saya ucapkan.
DPH: Kredo Anda adalah ‘Bebaskan kata dari maknanya’ apakah bagi Anda, kredo itu dapat dipertahankan hingga kapan-pun?
SCB: Selama aku percaya, maka kredo itu akan terus hidup. Jika tak dapat memertahankan kredo, maka dia (baca: kredo) akan mati begitu saja.
DPH: Apa yang melatar belakangi Anda menggunakan kredo itu?
SCB: Kata itu bukanlah alat penghantar bagi pengertian. Tapi kata adalah kata itu sendiri. Dia punya pengertian atas kata itu sendiri. Jika kata masih membutuhkan pengertian, maka selama itu pula kita tak bisa membebaskan kata dari pengertiannya.
DPH: Apa yang dapat Anda banggakan dari puisi-puisi yang lahir dari proses pembebasan kata dari maknanya?
SCB: Setiap Puisi yang saya cipta punya hak melakukan penafsiran sendiri. Tak seperti kebanyakan puisi saat ini yang masih banyak terbentur dengan masalah makna. Jika penyair masih seperti ini, maka dunia perpuisian Indonesia mandeg.
DPH: Terus apa yang mestinya dilakukan?
SCB: Bukan semestinya.
DPH: Terus bagaimana?
SCB: Biarkan kata hidup untuk kata itu.
DPH: Dari semua puisi yang telah Anda cipta, mana yang paling Anda sukai?
SCB: Tak ada. Karena ketika kita sudah jatuh cinta kepada satu puisi atau beberapa puisi, kita akan terjebak dengan apa yang dinamakan pembelengguan kreativitas.
DPH: Terus?
SCB: Cintailah puisi sebelum dia jadi atau cintai kata sebelum dia jadi kata. Intinya, cintailah sebelum dia jadi.
DPH: Kapan Anda akan berhenti menulis puisi
SCB: Ketika Tuhan mulai malas menuliskan kata untuk manusia.
Buitenzorg
24 November 2008
Adakah Yang Lebih Selain Kau
Raden Adjeng Ayu
kau bilang airmata
tapi kubilang mata air
kau bilang bila
tapi kubilang masih
adakah senja mengirimkan luka
saat duri mawar tergeletak di tepi
adakah yang lebih sunyi dari hati
adakah yang lebih luka dari mata
adakah yang lebih ia dari dia
adakah yang lebih
selain kau!
mawarmawar berserakan di tepi jalan
tapi durinya masih
kunangkunang di lembab malam
tapi pendarnya masih
kupukupu beterbangan ditepian senja
tapi bulunya masih
adakah yang lebih
selain kau!
Buitenzorg
20 November 2008
Dan Seperti Apa Doa
19 November 2008
Selalu Seperti Ini
jepretan Bayu G. Murti | Jurnal Bogor
selalu seperti ini.
di bawah langit yang sama
di cakrawala yang sama
pun setiap hari
mesin-mesin itu tiada lelah
memainkan perannya
dan waktu dan manusia
terus diburu bandul waktu yang tak pernah lupa berdentum
rentetan itu seperti kereta api yang saling antri di stasiun
berdengus, mengendus
kemudian menunggu peluit penjaga rel sebelum melanjutkan
ke negeri senja
selalu seperti ini.
dalam hujan pun dalam terik
Buitenzorg
17 November 2008
Percakapan Rahasia
mangkuk itu telah penuh darah
sore itu, seorang bocah tergeletak di pinggir sebuah jalan
yang selalu menghubungkan ke senja.
bocah itu terjaketi perih
di dekatnya ada kabel yang terhubung Israil
"kau siap?" tanya utusan Tuhan itu
"Sebentar ya Israil, aku lupa menaruh ponselku. sebab, aku menunggu ibu marah padaku," ucap bocah yang sore itu wajahnya tertilam senja
Buitenzorg
sore itu, seorang bocah tergeletak di pinggir sebuah jalan
yang selalu menghubungkan ke senja.
bocah itu terjaketi perih
di dekatnya ada kabel yang terhubung Israil
"kau siap?" tanya utusan Tuhan itu
"Sebentar ya Israil, aku lupa menaruh ponselku. sebab, aku menunggu ibu marah padaku," ucap bocah yang sore itu wajahnya tertilam senja
Buitenzorg
14 November 2008
Hasan Aspahani, Reinkarnasi Sapardi dan Sutardji
Ada Sapardi Djoko Damono (SDD) di diri penyair Batam Hasan Aspahani (HAH). Itu kesan kali pertama ketika membaca sajak berjudul Malam Membimbingku Menjabat Tanganmu, salah satu puisi yang ditempatkan diawal dari kumpulan puisi Lelaki yang Dicintai Bidadari, terbitan Bookerfly yang di dalamnya memuat 78 puisi karya HAH yang sengaja atau tak sengaja lupa menuliskan tahun dan tanggal pembuatan puisi-puisi itu.
SDD yang dikenal lewat kekuatan daya cipta kata dan kesadaran akan realita yang tinggi seakan melekat di setiap goresan tinta dan imaji yang dituangkan HAH. Sajak pembuka yang mengambarkan tentang proses pencarian akan-Nya sama percis dengan bunyi dan gaya bahasa serta penulisan sajak SDD berjudul Aku Ingin. Coba tengok gaya bahasa yang ditampilkan SDD dalam puisi berjudul Aku Ingin:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
(Sapardi Djoko Damono, Aku Ingin)
Kemudian lihat karya HAH berjudul Malam Membimbingku Menjabat Tanganmu:
Aku ingin belajar pada malam
bagaimana membisikkan suara
yang lebih lirih daripada sepi
: malam mengajariku mengucapkan cinta
lewat mimpi-mimpimu.
(Hasan Aspahani, Malam Membimbingku Menjabat Tanganmu, Lelaki yang Dicintai Bidadari)
Dua sajak itu mencoba mengisahkan tentang usaha atau upaya mencapai kesempurnaan. SDD lebih kepada kesempurnaan cinta dan HAH mengejar kesempurnaan tentang kesunyian. Tapi inti dari pencapaian itu sama, yakni mencari yang sempurna. Meski kedua penyair ini berbeda generasi, namun untuk urusan daya imaji SDD dan HAH patut disejajarkan. Paling tidak untuk kini.
Kekuatan daya cipta HAH berangkat dari kemampuannya membuat komik strip sejak kecil. Ketika membaca beberapa puisi HAH, baik itu di blogspot, antologi puisi Orgasmaya, Telimpuh dan Lelaki yang Dicintai Bidadari seolah kita sedang membaca satu cerita bergambar yang amat menarik.
Buktinya, dalam setiap kata yang dia susun menjadi kalimat tak luput dari kehidupan nyata. Kesadaran HAH akan ruang dan waktu, membantunya mencipta satu karya yang fantastis. Keberanian HAH mengolah kata merupakan hasil reka ulang dari proses membaca karya sastra asing. Artinya, referensi yang diperoleh bukan saja lewat pemaknaan realita melainkan pemaknaan bahasa. Yang dalam hal ini dia dapatkan dari beberapa buku kumpulan puisi karya penyair Amerika dan Eropa, khususnya Spanyol.
Selain ada SDD dalam diri HAH, kredo sang presiden penyair Sutardji Calzoum Bachri (SCB) pun dia bawa dalam tas berisi jutaan kata-kata yang siap ditata apik menjadi satu tumpukan kalimat. ’Bebaskan kata dari maknanya’, satu kredo dari SCB rupanya menguntit di setiap lekuk sajaknya.
Inilah sajak yang dimaksud itu:
AKU mau jadi sebuah huruf,
sebuah konsonan yang hidup,
menyelinap di antara abjadmu.
(HAH, Menyelinap di Antara Abjadmu, Lelaki yang Dicintai Bidadari)
Dari sajak di atas, HAH berhasil melepaskan diri dari makna yang sederhana. Permainan kata dan makna tampak jelas. Anehnya, HAH tak terjebak dengan pola itu. Di negeri ini, tak banyak penyair yang berani mengubah struktur pakem. Meski tampak sederhana, HAH mampu menghadirkan sesuatu yang luar biasa.
Seperti kredo puisi yang diucapkan SCB, demikian bunyinya:
Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Rupanya, HAH paham betul akan makna bebas dan kata adalah pengertian itu sendiri. HAH benar-benar unik, dia lahir di zaman yang tepat. Zaman dimana semua orang masih memercayai kata sebagai pengantar.
Meski dia bukan Sapardi Djoko Damono, bukan pula Sutardji Calzoum Bachri, tapi HAH berhasil menghidupkan karakter mereka di alam imaji. HAH dengan bebas memungut setiap kata yang memang sudah lama dia simpan di alam pikirnya, dan ketika kata itu dibutuhkan, maka kapan saja HAH dengan mudah memungutnya, seperti pemulung.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, yakni kumpulan puisi Lelaki yang Dicintai Bidadari sangat nikmat dibaca sambil minum kopi di sore hari dan sesekali mendengarkan cericit burung dan desau angin, dan sesekali pula memejamkan mata serta menguatkan indera pendengaran untuk mendengarkan bebisik kata yang disampaikan kata kepada angin yang menjadikannya senja.
Buitenzorg
SDD yang dikenal lewat kekuatan daya cipta kata dan kesadaran akan realita yang tinggi seakan melekat di setiap goresan tinta dan imaji yang dituangkan HAH. Sajak pembuka yang mengambarkan tentang proses pencarian akan-Nya sama percis dengan bunyi dan gaya bahasa serta penulisan sajak SDD berjudul Aku Ingin. Coba tengok gaya bahasa yang ditampilkan SDD dalam puisi berjudul Aku Ingin:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
(Sapardi Djoko Damono, Aku Ingin)
Kemudian lihat karya HAH berjudul Malam Membimbingku Menjabat Tanganmu:
Aku ingin belajar pada malam
bagaimana membisikkan suara
yang lebih lirih daripada sepi
: malam mengajariku mengucapkan cinta
lewat mimpi-mimpimu.
(Hasan Aspahani, Malam Membimbingku Menjabat Tanganmu, Lelaki yang Dicintai Bidadari)
Dua sajak itu mencoba mengisahkan tentang usaha atau upaya mencapai kesempurnaan. SDD lebih kepada kesempurnaan cinta dan HAH mengejar kesempurnaan tentang kesunyian. Tapi inti dari pencapaian itu sama, yakni mencari yang sempurna. Meski kedua penyair ini berbeda generasi, namun untuk urusan daya imaji SDD dan HAH patut disejajarkan. Paling tidak untuk kini.
Kekuatan daya cipta HAH berangkat dari kemampuannya membuat komik strip sejak kecil. Ketika membaca beberapa puisi HAH, baik itu di blogspot, antologi puisi Orgasmaya, Telimpuh dan Lelaki yang Dicintai Bidadari seolah kita sedang membaca satu cerita bergambar yang amat menarik.
Buktinya, dalam setiap kata yang dia susun menjadi kalimat tak luput dari kehidupan nyata. Kesadaran HAH akan ruang dan waktu, membantunya mencipta satu karya yang fantastis. Keberanian HAH mengolah kata merupakan hasil reka ulang dari proses membaca karya sastra asing. Artinya, referensi yang diperoleh bukan saja lewat pemaknaan realita melainkan pemaknaan bahasa. Yang dalam hal ini dia dapatkan dari beberapa buku kumpulan puisi karya penyair Amerika dan Eropa, khususnya Spanyol.
Selain ada SDD dalam diri HAH, kredo sang presiden penyair Sutardji Calzoum Bachri (SCB) pun dia bawa dalam tas berisi jutaan kata-kata yang siap ditata apik menjadi satu tumpukan kalimat. ’Bebaskan kata dari maknanya’, satu kredo dari SCB rupanya menguntit di setiap lekuk sajaknya.
Inilah sajak yang dimaksud itu:
AKU mau jadi sebuah huruf,
sebuah konsonan yang hidup,
menyelinap di antara abjadmu.
(HAH, Menyelinap di Antara Abjadmu, Lelaki yang Dicintai Bidadari)
Dari sajak di atas, HAH berhasil melepaskan diri dari makna yang sederhana. Permainan kata dan makna tampak jelas. Anehnya, HAH tak terjebak dengan pola itu. Di negeri ini, tak banyak penyair yang berani mengubah struktur pakem. Meski tampak sederhana, HAH mampu menghadirkan sesuatu yang luar biasa.
Seperti kredo puisi yang diucapkan SCB, demikian bunyinya:
Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Rupanya, HAH paham betul akan makna bebas dan kata adalah pengertian itu sendiri. HAH benar-benar unik, dia lahir di zaman yang tepat. Zaman dimana semua orang masih memercayai kata sebagai pengantar.
Meski dia bukan Sapardi Djoko Damono, bukan pula Sutardji Calzoum Bachri, tapi HAH berhasil menghidupkan karakter mereka di alam imaji. HAH dengan bebas memungut setiap kata yang memang sudah lama dia simpan di alam pikirnya, dan ketika kata itu dibutuhkan, maka kapan saja HAH dengan mudah memungutnya, seperti pemulung.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, yakni kumpulan puisi Lelaki yang Dicintai Bidadari sangat nikmat dibaca sambil minum kopi di sore hari dan sesekali mendengarkan cericit burung dan desau angin, dan sesekali pula memejamkan mata serta menguatkan indera pendengaran untuk mendengarkan bebisik kata yang disampaikan kata kepada angin yang menjadikannya senja.
Buitenzorg
13 November 2008
Hujan 2
telah datang sunyi
di separuh senjaku
menelisik lewat aortaku
mendedah dalam pagiku
sejak dia menyukai hujan
dan hujan berikan cericiknya
pelangi tak lagi dilihat
hanya derai tawa dan sedikit tangis
di pagi beningku
Buitenzorg
di separuh senjaku
menelisik lewat aortaku
mendedah dalam pagiku
sejak dia menyukai hujan
dan hujan berikan cericiknya
pelangi tak lagi dilihat
hanya derai tawa dan sedikit tangis
di pagi beningku
Buitenzorg
12 November 2008
Di Lewat Malam
jepretan Bayu G. Murti | Jurnal Bogor
lihat pada sang waktu
bandul atau pendulum yang berderak?
di antara barat dan timur
sungguh sama
seperti belahan bulan
ada sisi-sisi yang lupa terkelupas
datang malam pada pagi bening
mengintip lewat celah kebimbangan
malam meninggalkan secarik kertas di meja senja
"aku titipkan mata ini padamu. jaga dia baik-baik"
Buitenzorg
11 November 2008
09 November 2008
Tunggulah Burung Menyulam Rumah
: untuk bukit-bukit di Bandung
bukit-bukit meringis
rakyat menangis
tanah berubah beton
pohon berubah gedung
mata air berganti airmata
tanah air berganti airmata
tanah bergetar hati bergetar
mata belalak air terkuak
entah bumi yang mana
entah tanah yang mana
semua berubah
seperti musim
sesuka hati
bagai burung kehilangan sangkar
manusia pun kehilangan akal
tak ada yang tahu nasib bukit itu
tak ada yang tahu nasib tanah itu
semua telah berubah
dan tunggulah burung menyulam rumah
Bandung
bukit-bukit meringis
rakyat menangis
tanah berubah beton
pohon berubah gedung
mata air berganti airmata
tanah air berganti airmata
tanah bergetar hati bergetar
mata belalak air terkuak
entah bumi yang mana
entah tanah yang mana
semua berubah
seperti musim
sesuka hati
bagai burung kehilangan sangkar
manusia pun kehilangan akal
tak ada yang tahu nasib bukit itu
tak ada yang tahu nasib tanah itu
semua telah berubah
dan tunggulah burung menyulam rumah
Bandung
Diburu Mimpi
pagi itu,
ragu berkejaran dengan rindu
di selasar ruang tidurku
ketika mata terpejam
ragu masuk lewat celah mimpi
rindu menerjang lewat imaji
keduanya bertemu di hati
berkata hati kepada ragu
yang terengah-engah meloloskan diri dari mimpi
"hendak kemana engkau ragu"
"aku hendak bertemu mimpi," ucap ragu lirih
"bukankah mimpi telah bersamamu," jawab hati
ragu diam dan duduk di sudut hati
ketika rindu menghampiri, hati berkata
"kenapa kau tersenyum"
"karena aku telah menemukanmu," jawab rindu
"adakah hubungannya denganku?" tanya hati
"karena semua yang aku kejar ada padamu," jelas rindu
dan seketika tersenyum puas menyaksikan ragu tersudut di ruang hati.
Bandung
ragu berkejaran dengan rindu
di selasar ruang tidurku
ketika mata terpejam
ragu masuk lewat celah mimpi
rindu menerjang lewat imaji
keduanya bertemu di hati
berkata hati kepada ragu
yang terengah-engah meloloskan diri dari mimpi
"hendak kemana engkau ragu"
"aku hendak bertemu mimpi," ucap ragu lirih
"bukankah mimpi telah bersamamu," jawab hati
ragu diam dan duduk di sudut hati
ketika rindu menghampiri, hati berkata
"kenapa kau tersenyum"
"karena aku telah menemukanmu," jawab rindu
"adakah hubungannya denganku?" tanya hati
"karena semua yang aku kejar ada padamu," jelas rindu
dan seketika tersenyum puas menyaksikan ragu tersudut di ruang hati.
Bandung
Pada Bukit
pada bukit itu
Tuhan sembunyikan rahasia
dan dibalik rahasia
Tuhan sembunyikan keindahan
Bandung
Tuhan sembunyikan rahasia
dan dibalik rahasia
Tuhan sembunyikan keindahan
Bandung
04 November 2008
Dalam Rindu
pada mulanya rindu
kemudian tumpukan ragu
dan di bale itu
dulu aku pernah ada,
sama ketika aku datang lagi
perjalanan itu seperti
senja merindu
ketika sua
selesai semua
Bogor-Solo
kemudian tumpukan ragu
dan di bale itu
dulu aku pernah ada,
sama ketika aku datang lagi
perjalanan itu seperti
senja merindu
ketika sua
selesai semua
Bogor-Solo
Langganan:
Postingan (Atom)