01 April 2008

Bentuk Wadah Teater

Bogor, Jurnal Bogor

Pada dasarnya, teater merupakan suatu gerak hidup yang punya daya jelajah tinggi pada fenomena yang ada. Kegelisahan dan kegemasan sejumlah pelaku seni itu terlihat dari pertemuan yang melibatkan sejumlah kantung-kantung kesenian, mulai dari teater pelajar, teater umum dan teater kampus.
Sejumlah pekerja seni itu terlibat aktif membahas kegelisahan yang sampai saat ini bergelayut di otak para seniman Bogor itu. “Pertemuan tersebut untuk membahas kerja kreatif kami berikutnya, setelah sempat mengalami degradasi kreatifitas,” kata Cerry K.S, seniman senior kota Bogor kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Kendala kami, kata Abah Cerry, sapaan akrab Cerry K.S, tak hanya masalah tempat yang selama ini terus dikambing hitamkan. “Kalau masalahnya tempat, sejak dulu kantung-kantung kesenian ini pasti bisa melakukan pementasan setahun lebih dari dua kali. Tapi masalahnya adalah tak adanya keseriusan penggarapan,” tuturnya.
Diakui Abah Cerry, kontinuitas sebuah pementasan harus mendapatkan porsi lebih dari pekerja seni. Tak terlepas juga dari masalah idealisme masing-masing kantung kesenian. “Ketika masalahnya idealisme, kami tak sanggup mengumpulkan teman-teman yang peduli dengan teater di Bogor,” papar alumnus IKJ jurusan teater itu.
Menurut Abah Cerry, teater di Bogor membutuhkan satu wadah yang berfungsi sebagai kontroling, baik masalah kerja kreatif sampai masalah intern. “Tapi campur tangan ini hanya sebatas konselor, tanpa adanya intervensi berlebih,” tegasnya.
Sementara itu, Neno Suhartini S.Sn, pengajar seni budaya MAN 2 Bogor mengaku, sebuah keniscayaan kebudayaan dijadikan sebagai pijakan dalam perspektif membangun daerah dengan menengok dentingan semangat para generasi mudanya. “Tapi saya yakin, dengan pertemuan ini, akan tercetus ide untuk melakukan pementasan dengan progres jelas,” tukasnya.
Geliat anak-anak muda Bogor marak dengan berbagai kegiatan kepemudaan, olahraga, seni dan budaya menjadi aktiftas yang tak pernah sepi, wabil khusus geliat dibidang seni budaya khususnya teater.
Cita-cita dan obsesi para pelaku seni budaya Bogor untuk membentuk wadah atau komunitas tak ada hentinya, meski sempat mucul beberapa gagasan, namun di tengah perjalanannya semangat anak-anak muda luntur. “Saya tak sepenuhnya menyalahkan mereka, karena keterbatasan media atau tempat pertunjukan. Tapi yang menjadi ketakutan saya adalah follow up setelah pertemuan ini,” sambungnya.
Klimaks geliat seni budaya khususnya teater di Bogor terlihat dari adanya gelaran, seperti Arisan Teater, yang punya penonton sendiri. “Kegiatan ini memberi media kreatif bagi kelompok pekerja teater baik sekolah, kampus, dan tak menutup kemungkinan teater umum yang sudah punya nama besar,” ungkapnya.
Sekarang, kata Neno, kalau mau jujur, di Bogor banyak menyimpan potensi seni budaya yang dapat digali dan sebagai khasanah cermin budaya Bogor, namun semuanya kembali pada konsistensi seniman dan budayawan selain keseriusan pemerintah kota Bogor untuk mempertahankan ikon-ikon seni budaya yang pernah tumbuh di Bogor.
Kegiatan seni budaya bukan hanya sekedar ceremonial atau life in service semata atau seni hanya digambarkan seperti daun salam, habis dipakai sesudah itu dicampakan begitu saja termasuk para pelaku seni teater atau pertunjukan Bogor yang kurang mendapat perhatian.
Selain itu, lanjut Neno, pekerjaan rumah yang paling besar adalah mendidik penonton teater, jika tak ada upaya ke arah situ niscaya teater menjadi sebuah tontonan yang nikmat ditonton.
Neno berharap banyak pada media yang ada. “Seharusnya media publikasi tersebut bisa menyentuh sampai akar terbawah,” jelasnya, seraya mengatakan, pertemuan ini harus terus dibina dan mendapat perhatian serius, agar cita-cita luhur mampu teraih.


1 komentar:

corat-coret kuli tinta mengatakan...

mas dOni....hahaha...akhirnya ku menemukanmU...jhahaha....